Menyoroti Kebijakan Presiden Terpilih Korea Selatan, Yoon Seok Yeol, Dan Penyebab Dirinya Dijuluki Trump Dari Negara Ginseng

Pada tanggal 9 Maret 2022 lalu, Yoon Suk Yeol terpilih sebagai presiden Korea Selatan untuk periode selanjutnya. Terpilihnya Yoon Suk Yeol ini lantas mengundang kegalauan tidak cuma di ranah domestik, tapi juga di global.

Adanya pergantian haluan sikap politik akibat pergantian kepemimpinan sempat menjadi isu yang hangat diperbincangkan terutama bagi para pengamat politik dunia. Hal ini sebagai akibat dari ada Perang Korea yang sampai detik ini masih belum mengalami titik terang, jika ada gencatan senjata.

Perang antara ke dua negara semenanjung Korea selanjutnya bisa saja setiap saat terjadi dan ini tergoda oleh banyak perihal tidak benar satunya adalah kebijakan yang dikerjakan baik Korea Selatan maupun Korea utara, serta tergoda oleh pola kepemimpinan dari dua negara tersebut. Korea Utara yang menganut otoritarianisme memiliki pola kepemimpinan yang tertutup dan lebih mengerucut pada kepala negara mereka yaitu Kim Jong Un. Sementara Korea Selatan yang menganut proses liberal menganut pola kepemimpinan yang berubah-ubah seiring bet 10 ribu bersama dengan pergantian kepemimpinan di negara tersebut.

Perbedaan pola kepemimpinan di Korea Selatan pun dicermati bisa mempunyai corak politik yang berbeda. Hal ini tergoda oleh segi idiosinkratik Yoon Suk Yeol yang tidak sama bersama dengan presiden Korea Selatan sebelumnya, Moon Jae In, yang masingnya mempunyai pendekatan yang tidak sama di dalam politik negara tersebut.

“Pola kepemimpinan konservatif Yoon Suk Yeol mengerti mempunyai pendekatan tidak sama di dalam politik nasional Korea Selatan. Hal ini tak terlepas dari perbedaan haluan antara Partai Kekuatan Rakyat dan Partai Demokrat di mana partai yang disebut paling akhir menempatkan kadernya sebagai Presiden di jaman sebelumnya. Presiden Moon dari partai Demokrat di jaman pada mulanya mempunyai Korea Selatan lumayan aktif mengutamakan jalan diplomasi, tidak sama bersama dengan Yoon Suk Yeol yang pada jaman awal keterpilihannya perlihatkan sikap tegas berkaitan isu-isu sensitif di dalam perpolitikan nasional Korea Selatan,” mengerti Novriest Umbu Walangara Nau, S.Hub.int., M.A., Dosen Universitas Ksatria Wacana pada wawancara 30/03/2022 lalu.

Umbu menguraikan bahwa Yoon Suk Yeol juga merupakan seorang yang eksentrik, tegas, dan tidak ragu mengeluarkan pernyataan-pernyataan kontroversial. Langkah-langkahnya ini jugalah yang memicu popularitasnya melambung, juga juga menciptakan segregasi di antara pemilih. Hal selanjutnya bisa menjadi isyarat untuk mengamati muka Korea Selatan yang tidak sama di bawah komando Yoon Suk Yeol bersama dengan pola kepemimpinan konservatifnya.

Isu Anti-Feminisme Yoon Suk Yeol

Salah satu pengakuan kontroversial yang sempat dilontarkan oleh Yoon Suk Yeol waktu laksanakan kampanye kepresidenannya adalah mengenai penghapusan Kementerian Pemberdayaan Perempuan yang lantas mempunyai pembicaraan yang besar di ranah domestik negara tersebut. Hal ini dikarenakan Yoon Suk Yeol sangat percaya bahwa Kedatangan Kementerian Pemberdayaan Perempuan tidak begitu urgent dan memakan anggaran yang tidak begitu perlu, supaya ia mendambakan laksanakan strukturisasi pemerintahan. Meski demikian, perlu diingat bahwa permintaan Yoon Suk Yeol selanjutnya belum pasti bisa langsung diloloskan dikarenakan perlu berhadapan bersama dengan Partai Demokrat yang memegang suara mayoritas di Majelis Nasional.

Sikap yang ditunjukkan Presiden terpilih ini bisa mempunyai dampak besar bagi suasana sosial perempuan di Korea Selatan, bersama dengan catatan bahwa Yoon Suk Yeol gagal menjembatani segregasi yang tercipta di dalam penentuan Presiden paling sengit di Korea Selatan ini.

“Bila mencermati pertarungan di dalam pemilu lebih dari satu waktu lalu, terdapat fakta bahwa 58,7 % pemilih pria berusia 20-an pilih Yoon Suk Yeol, waktu sebaliknya, 58 % pemilih perempuan berusia 20-an pilih rivalnya. Bila tak tertangani, perpecahan sosial mungkin saja terjadi. Hanya saja perlu diperhatikan bahwa Yoon Suk Yeol memiliki sikap yang didasari motif untuk membantu kesetaraan di ranah individual tiap-tiap warganya dan untuk merampingkan struktur pemerintahan beserta anggaran, supaya sikapnya pada kaum perempuan bukan murni dilandasi ketidaksukaan pada suatu grup tertentu,” mengerti Umbu.

Meski demikian, isu anti-feminisme dari Yoon Suk Yeol ini sempat menjadi percakapan hangat di kalangan media. Isu anti feminisme di Korea Selatan menjadi makin nyata bersama dengan Kedatangan perlawanan dari sesama warga negara yang berpikiran bahwa isu feminisme udah membangun stereotip yang benar-benar merugikan kaum laki-laki. Gerakan ini terang-terangan mendambakan memperjuangkan keadilan bagi kaum laki-laki. Kelompok Dang Dang We dan Men on Solidarity udah menjadi gerakan populer bersama dengan banyak pengikut supaya mengundang pembicaraan tajam di di dalam negeri.

Untuk waktu yang lumayan lama, Korea Selatan udah meraih koefisien yang lumayan slot garansi 100 rendah di dalam perihal kesetaraan gender. Selama ini, Korea Selatan udah mengalami kenyataan bahwa terdapat angkatan kerja perempuan yang lebih sedikit dibandingkan kaum laki-laki. Begitu pula bersama dengan penerimaan gaji kaum perempuan yang lebih rendah daripada kaum laki-laki. Ditambah kembali bersama dengan budaya patriarki yang begitu kuat di Korea Selatan sebagai implementasi ajaran Konfusianisme, tingkat kesetaraan gender di Korea Selatan bisa makin alami penurunan sebagai akibat dari sikap anti-feminisme Presiden Yoon Suk Yeol.

Haluan Kebijakan Luar Negeri Yoon Suk Yeol

Umbu secara lebih lanjut juga menyatakan bahwa terdapat haluan kebijakan yang tidak sama antara Presiden Yoon Suk Yeol bersama dengan presiden Korea Selatan sebelumnya. Yoon berjanji membangun pertalian aliansi yang lebih erat bersama dengan Amerika Serikat dan mencanangkan untuk laksanakan latihan militer bersama dengan yang lebih intensif. Di samping itu, Korea Selatan juga mendambakan dibawa untuk aktif di dalam kerjasama pertahanan bilateral bersama dengan AS-Jepang. Langkah-langkah selanjutnya merupakan langkah urgent yang bisa mempunyai pertalian Korea Utara-Korea Selatan di dalam nuansa baru. Hal ini bakal benar-benar tergantung dari bagaimana tanggapan Korea Utara pada haluan kebijakan Korea Selatan yang baru.

“Selama ini Korea Utara lebih dari satu kali bisa diredam bersama dengan soft diplomacy berupa penawaran perlindungan dan kerjasama sebagai pindah atas sikap Korea Utara untuk menahan diri dari kebijakan agresifnya. Yoon Suk Yeol yang sedari awal mendambakan mengambil alih sikap tegas bisa memantik timbulnya kebijakan agresif dari Korea Utara. Secara khusus, pertalian Korea Utara-Korea Selatan bisa menjadi makin runyam bersama dengan sikap Yoon Suk Yeol yang mendambakan untuk menjadikan bukan sebagai mediator konflik bersama dengan Korea Utara, tapi menyelaraskan kebijakan bersama dengan AS pada kebijakan nuklir Korea Utara. Bagian ini yang bisa memantik reaksi keras Korea Utara yang selama ini senantiasa perlihatkan skeptisisme pada beberapa langkah AS,” mengerti Umbu kemudian.

Kebijakan yang diciptakan oleh pemerintahan Yoon Seok Yeol dinilai bakal berpengaruh pada iklim perpolitikan internasional terutama kembali memandang suasana internasional yang tengah tidak begitu kondusif sebagai implikasi langkah agresif Rusia di Ukraina.

Upayanya memperkuat aliansi bersama dengan Amerika Serikat, juga di dalam permintaannya supaya Amerika Serikat meningkatkan pemusatan kapabilitas militer di Korea Selatan bisa meningkatkan tensi. Bila rencana ini terwujud dan meraih kebijakan retaliasi baik dari Korea Utara maupun China, maka dampak langsung yang paling mungkin dirasakan oleh komunitas internasional adalah tingkat kerumitan negosiasi mendamaikan Korea Utara-Korea Selatan bakal makin tinggi.

“Pada jaman sebelumnya, Presiden Moon bersama dengan pendekatan yang soft lumayan bisa membangun relasi baik bersama dengan Korea Utara, meski hubungannya naik-turun. Korea Selatan kerap memberikan perlindungan sebagai imbal atas restriksi nuklir Korea Utara, supaya bisa terhubung area negosiasi bersama dengan Korea Utara. Namun, seumpama Yoon Suk yeol benar-benar mengutamakan sikap keras pada Korea Utara, jalan negosiasi di dalam menjadi makin rumit,” ujar Umbu menanggapi sikap politik dari Yoon Suk Yeol ini.

Menurut Umbu, secara umum sikap Korea Selatan bakal berikan dampak langsung di dalam politik internasional seumpama dibalas bersama dengan aksi konfrontasi oleh Korea Utara. Akan tetapi, perlu diingat juga bahwa kebijakan-kebijakan Yoon Suk Yeol belum pasti sepenuhnya direstui oleh Amerika Serikat dibawah pemerintahan Biden, terutama di dalam perihal pemusatan kapabilitas militer di Korea Selatan.

Amerika Serikat pasti mencermati keruhnya suasana internasional slot bet kecil waktu ini, supaya bakal berhati-hati untuk tidak menarik Korea Utara, China apalagi Rusia di dalam pusaran konflik yang makin dalam. Komunitas internasional pun pasti bakal mengupayakan meredam langkah agresif Korea Selatan di bawah komando Yoon Suk Yeol, supaya upaya damai di Korea Utara-Korea Selatan tidak justru menjadi sirna.

Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *